Kuasa Hukum Pemohon: Pemerintah Abaikan Logika Hukum dalam Pemberian Hak Atas Tanah IKN
Jakarta-Media-Solusi-Publik
Ketentuan mengenai jangka waktu Hak Atas Tanah (HAT) sebagaimana tertuang dalam UU IKN merupakan upaya menciptakan peningkatan daya tarik investor sehingga tertarik untuk menanamkan modal di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Demikian disampaikan oleh Agung Dodit Muliawan selaku Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatuhan Otorita IKN dalam sidang ketiga Perkara Nomor 185/PUU-XXII/2024 yang digelar pada Senin (19/5/2025) di Ruang Sidang Panel MK.
Sidang ini mengagendakan mendengar keterangan Pemerintah dan DPR atas permohonan uji materi Pasal 16A Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (UU IKN), khususnya terkait pengaturan Hak Atas Tanah (HAT) yang meliputi Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.
“Mengenai hal ini pada dasarnya bukan sesuatu yang berlebihan, mengingat ketentuan serupa di sejumlah negara di kawasan ASEAN juga mengatur jangka waktu yang kurang lebih sama dengan jangka waktu yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Jangka waktu HAT yang lebih lama di Otorita lbu Kota Nusantara, tidak mengurangi esensi hak menguasai negara atas tanah, karena mekanisme evaluasi dan pengawasan dalam kepemilikan Tanah tetap dilakukan oleh negara secara aktif,” urai Agung dalam sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Agung menyebut keuntungan dari jangka waktu tersebut adalah dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pihak yang mendapatkan HAT selama jangka waktu yang ditentukan.
Selain itu, ia menyatakan HAT dapat memberikan insentif bagi pihak yang mendapat hak tersebut untuk memanfaatkan tanah secara optimal dan bertanggung jawab. Sehingga dapat memunculkan ekosistem investasi yang kompetitif di IKN.
“Kegiatan investasi yang terjamin dan stabil diharapkan dapat menopang tercapainya kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan Makmur,” jelasnya.
*Asumsi Pemohon*
Lebih lanjut, Agung juga menjelaskan dalil pemohon terhadap pengujian Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU IKN dengan “potensi” adanya suap atau korupsi mengenai proses HAT di Otorita IKN adalah asumsi.
Pemerintah telah berkomitmen kuat secara kelembagaan dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2022 tentang Otorita Ibu Kota Nusantara (PP 62/2022).
“Salah satu tugas yang dijalankan Otorita IKN yakni tugas menyelenggarakan pengawasan internal, koordinasi supervisi pemenuhan kepatuhan, serta pencegahan pelanggaran di lingkungan Otorita Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Dikatakan Agung, pencegahan dan penegakan hukum terkait adanya pelanggaran yang dikategorikan sebagai “suap” akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perudangundangan hukum pidana dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun peraturan perundang-undangan terkait lainnya
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan terdapat dua regulasi berbeda mengenai jangka waktu HGU, HGB dan Hak Pakai yaitu dengan diberlakukan Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU IKN dan aturan sama terdapat dalam Pasal 9 Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Selain itu, Pemohon mengungkapkan bahwa UU IKN dan Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN tidak mengatur secara jelas pihak-pihak yang berhak memiliki HGU, HGB, dan Hak Pakai.
Hal ini, menurutnya, membuka peluang bagi pihak asing untuk menguasai tanah di IKN dalam jangka waktu yang sangat panjang. Pemohon menegaskan bahwa pemberian hak atas tanah dengan durasi yang terlalu lama dapat mengorbankan kepentingan generasi mendatang.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Pemohon juga meminta agar Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dam ayat (3) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 atau meminta agar Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dam ayat (3) UU IKN khusus jangka waktu HGU dan Hak Pakai maksimal 25 tahun dan HGU dengan jangka waktu maksimal 20 tahun.
*Tanggapan Kuasa Hukum Pemohon*
Sesuai persidangan mendengarkan keterangan Presiden dan DPR Di MK, salah satu Kuasa Hukum Pemohin Martin Maurer Marpaung, S.H.,menanggapi keterangan yang disampaikan oleh pihak Pemerintah yang diwakili oleh Kepala Unit Kerja Hukum dan Kepatutan Otorita IKN dalam sidang Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya para hakim Konstitusi mempertanyakan landasan hukum pemberian jangka waktu HGU, HGB, dan Hak Pakai hingga 90 dan 80 tahun, serta posisi UU IKN sebagai lex spesialis atau lex superiori. Pertanyaan Majelis Hakim Konstitusi sesuai dengan apa dialami oleh pemohon.
“menurut kami, Pemerintah belum memberikan penjelasan yuridis yang memadai mengenai parameter objektif penetapan dan evaluasi perpanjangan hak atas tanah tersebut .
Hingga keterangan disampaikan pemerintah bertele – tele dan argumentasi dibangun tidak terarah, serta cenderung menghindari substansi dengan terus mempermasalahkan legal standing para Pemohon sehingga mempertanyakan latar belakang pemberian Hak atas tanah di wilayah IKN terlalu lama.” pungkusnya.
Jakarta Selasa 20 Mei 2025
Penyusun : Muhlis
Pimred. : Muhlis Anisah
Narasumber : MT
Link: https://mediasolusipublik.com